Kehilangan Hutan Tetap Tinggi di Tahun 2021

Apr 28, 2022||11 minutes
Languages
forest_fire_CIFOR

Fire in forest in Kalimantan, Indonesia. Photo by Rini Sulaiman / CIFOR

-

Rini Sulaiman/Norwegian Embassy

Languages
Category
  • Insights
Topics
  • amazon
  • Congo Basin
  • deforestation
  • forest change
  • Indonesia

Menurut data baru dari University of Maryland yang tersedia di Global Forest Watch, daerah tropis kehilangan 11,1 juta hektar tutupan pohon pada tahun 2021.  

Perhatian khusus ditujukan pada hilangnya 3,75 juta hektar hutan hujan primer tropis — area yang sangat penting untuk penyimpanan karbon dan keragaman hayati — yang setara dengan kecepatan 10 lemparan sepak bola per menit. Hilangnya hutan primer tropis di tahun 2021 menghasilkan 2,5 Gt emisi karbon dioksida, yang setara dengan emisi tahunan India dari bahan bakar fosil. 

Kehilangan hutan primer tropis, 2002-2021 

Tingkat kehilangan hutan primer di daerah tropis sangat konsisten selama beberapa tahun terakhir, namun di tahun 2021 daerah tropis kehilangan 11% lebih sedikit hutan primer dibandingkan tahun 2020, setelah meningkat sebelumnya sebanyak 12% sejak 2019 hingga 2020 yang sebagian besar disebabkan oleh kebakaran hutan.  

Bukan hanya hutan tropis yang menjadi perhatian, hutan boreal — terutama di Rusia — mengalami kehilangan tutupan pohon yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2021, yang sebagian besar didorong oleh kebakaran. 

Tren ini menggarisbawahi seberapa banyak tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan nol deforestasi global. Di bawah Deklarasi Pemimpin Glasgow tentang Hutan dan Penggunaan Lahan, 141 negara berkomitmen untuk secara kolektif “menghentikan dan membalikkan kehilangan hutan pada tahun 2030.” Mewujudkan komitmen ini akan membutuhkan penurunan kehilangan hutan yang konsisten setiap tahun selama sisa waktu dekade ini — suatu penurunan yang belum terjadi di daerah tropis secara keseluruhan, terkecualidi beberapa negara tertentu, terutama Indonesia dan Malaysia, di mana kehilangan hutan primer telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan negara-negara seperti Gabon dan Guyana, yang telah kehilangan 1% atau kurang dari hutan primer mereka dalam dua dekade terakhir.

10 negara teratas dengan kehilangan hutan primer tropis di tahun 2021 

Berikut pandangan yang lebih mendalam mengenai beberapa tren kehilangan hutan pada tahun 2021: 

Indonesia mengurangi kehilangan hutan primer selama lima tahun berturut-turut 

Tingkat kehilangan hutan primer di Indonesia terus menurun pada tahun 2021 selama lima tahun berturut-turut, turun 25% dibandingkan tahun 2020. Terjadinya penurunan kembali layak dibanggakan, dan menunjukkan bahwa Indonesia sedang menuju ke arah yang benar untuk memenuhi sebagian dari komitmen iklimnya. Tahun lalu, Indonesia memperbarui rencana iklim nasional (NDC) nya dengan komitmen mengurangi emisi di sektor hutan dan penggunaan lahan untuk mencapai penyerapan karbon total pada tahun 2030.  

Kehilangan hutan primer Indonesia, 2002-2021 

Tren penurunan yang terus berlanjut juga menunjukkan bahwa komitmen perusahaan dan tindakan pemerintah berjalan dengan baik. Penelitian baru menunjukkan deforestasi yang terkait dengan kelapa sawit berada di titik terendah dalam 20 tahun. Komitmen No Deforestation, No Peat and No Exploitation (NDPE) kini mencakup 83% dari kapasitas penyulingan minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, dan lebih dari 80% industri pulp dan kertas di Indonesia. Lebih lanjut, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) memperketat persyaratan sertifikasi berkelanjutan pada tahun 2018 untuk melarang deforestasi dan pembukaan lahan gambut.  

Penurunan tersebut juga mencerminkan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi kehilangan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meningkatkan upaya pemantauan dan pencegahan kebakaran setelah terjadinya kebakaran hutan dan gambut yang meluas pada tahun 2015. Pemerintah juga mengeluarkan moratorium permanen terhadap konversi hutan primer dan lahan gambut, dan memperluas mandat Badan Restorasi Gambut untuk memasukkan perlindungan dan restorasi mangrove serta lahan gambut. Mangrove merupakan ekosistem penting bagi keragaman hayati dan pengatur dampak cuaca ekstrem.  

Meskipun Indonesia memiliki alasan untuk merayakan penurunan kehilangan hutan selama lima tahun berturut-turut, Indonesia perlu memperkuat langkah-langkah perlindungan hutan untuk mempertahankan tren positif ini. Harga kelapa sawit, yang cenderung berkorelasi dengan deforestasi terkait kelapa sawit, mulai menanjak pada tahun 2020 dan sekarang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun. Pembekuan sementara atas izin perkebunan kelapa sawit baru tidak diperpanjang tahun lalu, sehingga membuka pintu perluasan perkebunan sebagai respons terhadap kenaikan harga.  

Selain itu, pemerintah Indonesia baru-baru ini mencabut ratusan izin untuk kegiatan penebangan, perkebunan, dan pertambangan di kawasan hutan. Jika kawasan ini didistribusikan kembali kepada masyarakat lokal dan masyarakat adat untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pencabutan tersebut dapat menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju pengakuan yang lebih kuat atas hak-hak adat dan perlindungan hutan. Namun, ada juga kemungkinan bahwa kawasan ini direalokasikan ke perusahaan dan dengan cepat dibuka, yang menyebabkan lebih banyak kehilangan hutan.  

Akhirnya, ada risiko upaya Indonesia untuk memulai pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19 dapat berdampak pada hutannya.  

Perbatasan deforestasi baru muncul di Amazon Brasil 

Sebagai negara dengan hutan hujan primer paling banyak, Brasil secara konsisten menempati urutan teratas daftar kehilangan hutan primer terbanyak. Lebih dari 40% kehilangan hutan primer tropis pada tahun 2021 terjadi di Brasil, total sebesar 1,5 juta hektar. 

Kehilangan hutan primer Brasil, 2002-2021 

Tingkat kehilangan hutan primer di Brasil terus-menerus tinggi selama beberapa tahun terakhir. Kerugian akibat kebakaran berfluktuasi tergantung pada tingkat kebakaran hutan yang tidak terkendali, terakhir dengan lonjakan pada tahun 2020 di Amazon dan Pantanal. Sementara itu, kehilangan hutan akibat non-kebakaran, yang di Brasil paling sering dikaitkan dengan perluasan pertanian, meningkat 9% dari 2020 hingga 2021. Temuan ini konsisten dengan sistem pemantauan resmi Brasil, PRODES (baca lebih lanjut tentang kumpulan data University of Maryland dan PRODES di sini), yang menemukan bahwa tahun 2021 memiliki tingkat deforestasi tebang habis tertinggi di Amazon sejak 2006, ketika tindakan telah dilakukan untuk mengurangi deforestasi secara drastis.  

Amazon Brasil bagian barat khususnya menghadapi intensifikasi kehilangan hutan primer, dengan negara-negara bagian utamanya mengalami peningkatan lebih dari 25% kehilangan akibat non-kebakaran dari tahun 2020 hingga 2021. Bagian Amazon ini memiliki beberapa area titik panas kehilangan hutan primer baru, yang berarti tempat-tempat baru yang mengalami kemunculan kehilangan hutan yang signifikan secara statistik pada tahun 2021. Banyak titik panas baru mencakup pembukaan lahan berskala besar — kemungkinan besar untuk padang rumput ternak — sepanjang jalan yang ada. Beberapa jalan ini, seperti BR-319 yang membentang dari utara ke selatan di Amazonas, direncanakan untuk pengaspalan dan perbaikan, yang telah mengakibatkan peningkatan deforestasi.  

Kehilangan hutan primer di Brasil sangat memprihatinkan mengingat bukti baru bahwa hutan hujan Amazon kehilangan ketahanannya dan mungkin lebih mendekati titik kritis dari yang diperkirakan sebelumnya, di mana interaksi antara deforestasi, perubahan iklim, dan kebakaran menyebabkan transformasi yang tidak dapat diubah lagi dari wilayah besar Amazon menjadi sabana. Hal ini tidak hanya akan mengakibatkan kehilangan keragaman hayati dan emisi karbon dalam jumlah besar, melainkan juga mengganggu pola curah hujan yang sangat penting untuk produksi pertanian. 

Pembukaan lahan skala besar baru di dekat persimpangan jalan raya BR-319 dan BR-230 di Amazon Brasil. Geser untuk membandingkan Oktober 2020 dan Oktober 2021. Gambar © 2022 Planet Labs Inc.

Bolivia mengalami rekor kehilangan hutan primer tertinggi akibat kebakaran dan pertanian skala besar  

Kehilangan hutan primer di Bolivia mencapai rekor tertinggi pada tahun 2021 sebesar 291 ribu hektar, melampaui Indonesia sekali lagi sehingga menempati kehilangan hutan primer terbanyak ketiga di antara negara-negara tropis.  

Kehilangan hutan primer Bolivia, 2002-2021 

Tiga tahun terakhir Bolivia mengalami tingkat kehilangan hutan yang tinggi secara konsisten, dengan kebakaran menyumbang lebih dari sepertiga kehilangan setiap tahun. Seperti dua tahun sebelumnya, di tahun 2021 terjadi kebakaran hutan primer yang signifikan dalam kawasan lindung. Kebakaran di Bolivia hampir selalu diakibatkan oleh ulah manusia sebagai bagian dari upaya pembukaan lahan, namun menyebar di luar kendali karena cuaca kering dan panas, dandiperburuk dengan perubahan iklim. Sebagian besar kebakaran hutan di tahun 2021 terjadi di departemen Santa Cruz, meskipun pemerintah di sana sedang bekerja untuk memulihkan daerah yang terdampak

Santa Cruz merupakan pusat pertanian skala besar di Bolivia, yaitu kedelai dan peternakan sapi, yang menyumbang sebagian besar kehilangan hutan primer non-kebakaran pada tahun 2021. Meskipun Bolivia memiliki produksi kedelai yang jauh lebih sedikit daripada negara-negara tetangga, sebagian besar ekspansi kedelainya dilakukan dengan mengorbankan hutan

Perluasan area pertanian besar di Santa Cruz, Bolivia. Geser untuk membandingkan Januari 2021 dan Desember 2021. Gambar © 2022 Planet Labs Inc.

Pertanian, permintaan energi, dan penebangan mendorong kehilangan hutan primer di hutan Lembah Kongo 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tingkat kehilangan hutan primer yang tinggi terus berlanjut di Republik Demokratik Kongo (DRC). DRC kehilangan hampir setengah juta hektar hutan primer pada tahun 2021 karena perluasan pertanian skala kecil dan penebangan pohon untuk memenuhi kebutuhan energi.  

Jalur hutan besar DRC adalah penyerap karbon yang penting secara global, dengan hamparan luas lahan gambut yang kaya akan karbon. Perubahan besar diperlukan untuk mengendalikan tingkat kehilangan yang terus-menerus tinggi ini, termasuk alur pembangunan yang tidak melibatkan perluasan area pertanian ke hutan primer dan penyediaan akses ke energi bersih yang terjangkau bagi masyarakat perkotaan dan pedesaan untuk mengurangi ketergantungan pada arang dan bentuk energi kayu lainnya. 

Beberapa peningkatan kehilangan yang terjadi pasca 2013 dapat terkait dengan inkonsistensi dalam data kehilangan tutupan pohon, yang dengan adanya perbaikan data satelit dalam beberapa tahun terakhir mampu mendeteksi pembukaan skala kecil dengan lebih baik. Baca selengkapnya di sini.

Meskipun tingkat kehilangan yang tinggi terus-menerus terjadi di DRC, sejumlah titik harapan dapat ditemukan di Lembah Kongo. Gabon dan Republik Kongo mengalami penurunan kehilangan hutan primer selama dua tahun. Keduanya diakui sebagai negara yang memiliki banyak hutan dan tingkat deforestasi rendah (HFLD) dengan perkembangan yang menjanjikan untuk masa depan hutannya: Gabon menjadi negara Afrika pertama yang menerima pembayaran untuk mengurangi emisi karbon dan deforestasi, dan Republik Kongo baru-baru ini mengeluarkan undang-undang memungkinkan Masyarakat Adat dan komunitas lokal (IPLC) untuk secara legal memiliki dan mengelola — dan dengan demikian juga melindungi — hutan mereka dari kegiatan komersial yang tidak diinginkan.  

Perubahan iklim mendatangkan malapetaka di hutan belahan utara 

Di luar daerah tropis, hutan boreal mengalami kehilangan tutupan pohon tertinggi di tahun 2021. Meskipun kehilangan tutupan pohon di hutan boreal jarang mengakibatkan deforestasi permanen, kerugiannya mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, meningkat 29% melebihi tahun 2020. Hutan di ketinggian yang selalu hijau ini semakin terancam oleh perubahan iklim, dengan kondisi lebih panas dan lebih kering yang menyebabkan meningkatnya kebakaran dan kerusakan akibat serangga. 

Kehilangan tutupan pohon berdasarkan domain iklim 

Musim kebakaran yang belum pernah terjadi sebelumnya di Rusia menjadi penyebab peningkatan kehilangan tutupan pohon ini. Rusia mengalami musim kebakaran terburuk sejak pencatatan dimulai pada tahun 2001, dengan lebih dari 6,5 juta hektar tutupan pohon hilang di tahun 2021. Meskipun api adalah bagian alami dari ekosistem hutan boreal, api yang muncul lebih besar dan lebih intens menjadi mengkhawatirkan. Cuaca yang lebih panas dan lebih kering akibat perubahan iklim telah menimbulkan kondisi yang rawan kebakaran, lahan gambut yang lebih kering, dan lapisan es yang mencair. Area lahan gambut Siberia yang luas — terbesar di dunia — menyimpan sejumlah besar karbon, yang dilepaskan ke atmosfer saat gambut mengering. Lapisan es yang mencair juga melepaskan karbon dan metana yang sebelumnya tersimpan. Kondisi ini dapat mewakili kondisi normal baru, berdampak pada orang yang tinggal di Siberia dan menciptakan lingkaran umpan balik di mana peningkatan kebakaran dan emisi karbon memperkuat satu sama lain dan menyebabkan kondisi yang memburuk.  

Kehilangan tutupan pohon Rusia, 2001-2021 

Apa yang dibutuhkan untuk mencapai komitmen untuk melindungi hutan?  

Meski dibutuhkan penurunan kehilangan hutan yang lebih cepat untuk memenuhi target nol-deforestasi 2030, hal ini bisa diharapkan dengan sejumlah alasan. Contohnya, penurunan pesat kehilangan hutan primer di Indonesia layak dibanggakan sebagai pencapaian besar yang lima tahun yang lalu tampak sulit terjadi. 

Untuk mencapai penurunan serupa di seluruh dunia tidak akan mudah. Indonesia dan Malaysia perlu menjaga momentum perlindungan hutan di tengah melonjaknya harga kelapa sawit; Brasil dan negara-negara lain di Amazon perlu mengurangi titik-titik deforestasi baru; negara-negara di wilayah Lembah Kongo perlu memastikan alur pembangunan yang melindungi hutan; dan Rusia serta negara-negara di utara lainnya perlu memerangi dampak perubahan iklim terhadap hutan.  

Berkat Deklarasi Glasgow, dunia memiliki tujuan bersama untuk melindungi hutan dan pendanaan untuk mendukungnya. Jalur yang harus dilalui untuk mencapai komitmen ini sangat menantang, namun jelas. Kami akan terus memantau, menganalisis, dan melaporkan kemajuan upaya perlindungan hutan untuk keberlanjutan umat manusia. 


Awalnya muncul di Global Forest Review.

Baca lebih lanjut tentang jalur untuk mengakhiri deforestasi di daerah tropis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Svetlana Turubanova dan Peter Potapov dari University of Maryland, yang memperbarui data kehilangan tutupan pohon, dan Sasha Tyukavina dari University of Maryland, yang memperbarui data kehilangan tutupan pohon karena kebakaran.

Category
  • Insights
Topics
  • amazon
  • Congo Basin
  • deforestation
  • forest change
  • Indonesia

Explore More Articles

overview of a river in Pantanal, Brazil
Apr 04, 2024|Insights|

Tropical Forest Loss Drops Steeply in Brazil and Colombia, but High Rates Persist Overall

Despite progress in some countries, the rate of tropical primary forest loss in 2023 remained persistent, according to new data from UMD on GFW.

Forest in Sweden
Nov 22, 2023|Insights|6 minutes

Timber Harvesting and Climate Change Are Depleting Europe’s Mature Forests

A new study found that important tall, mature forests are declining in some parts of Europe due to timber harvesting and climate change.

forest_fire_borneo
Aug 29, 2023|Insights|9 minutes

The Latest Data Confirms: Forest Fires Are Getting Worse

The latest data on forest fires confirms: Fires are becoming more widespread, burning nearly twice as much tree cover today as 20 years ago.

Explore More Articles
overview of a river in Pantanal, Brazil
Apr 04, 2024|Insights|

Tropical Forest Loss Drops Steeply in Brazil and Colombia, but High Rates Persist Overall

Forest in Sweden
Nov 22, 2023|Insights|6 minutes

Timber Harvesting and Climate Change Are Depleting Europe’s Mature Forests

forest_fire_borneo
Aug 29, 2023|Insights|9 minutes

The Latest Data Confirms: Forest Fires Are Getting Worse

fetching comments...