- Data & Tools
Blog Teknis: Penjelasan tentang Peringatan Data Kehilangan Tutupan Pohon 2016
Data terbaru dari kehilangan tutupan pohon global menunjukkan bahwa Brazil mengalami lonjakan peningkatan kehilangan tutupan hutan di tahun 2016. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa penjelasan dan perbedaan istilah yang berhubungan dengan set data kehilangan tutupan pohon dari University of Maryland.
Kehilangan tutupan pohon tidak selalu berarti deforestasi
Kumpulan data kehilangan tutupan pohon tahunan GLAD dari Universitas Maryland mengukur hilangnya setidaknya setengah tutupan pohon dalam piksel 30 meter (juga dikenal sebagai gangguan penggantian tegakan). Ketika sebuah piksel tercatat sebagai kehilangan, hal ini dapat mencakup kematian total dan penebangan pohon, serta area degradasi akibat kebakaran yang pada akhirnya dapat pulih kembali.
Meskipun kebakaran mungkin merupakan penyebab utama lonjakan hilangnya tutupan pohon pada tahun 2016, kita belum mengetahui berapa banyak pohon yang benar-benar mati dan berapa banyak yang akan pulih pada tahun-tahun mendatang. Di hutan Amazon Brazil, ketika titik api pertama kali muncul, terjadi kehilangan biomassa sebesar 42-57 persen, dan mematikan sekitar 10-50 persen dari total pohon. Ketika kebakaran terjadi, kemungkinan besar titik api tersebut akan muncul kembali dan dengan intensitas yang lebih tinggi yang akan mematikan pohon-pohon yang masih tersisa. Citra satelit Sentinel mengonfirmasi bahwa beberapa kehilangan tutupan pohon tahun 2016 mulai tumbuh kembali tahun 2017, setidaknya di kanopi hutan. Namun demikian, dibutuhkan sekitar 4-7 tahun untuk regenerasi hutan kembali menjadi kondisi saat kebakaran belum terjadi. Dampak kebakaran hutan masih dapat terdeteksi melalui LiDAR setidaknya selama 10 tahun setelah kebakaran terjadi. Universitas Maryland sedang mengerjakan kumpulan data perolehan tutupan pohon tahunan yang akan membantu kita menentukan apakah hutan yang hangus ini akan pulih.
Kehilangan tutupan pohon di Brazil mungkin merupakan sesuatu yang baru, atau bagian dari sebuah pola
Lonjakan kehilangan tutupan pohon tahun 2016 di Brazil mungkin bukan yang pertama kali terjadi selama 16 tahun pencatatan data. Kebakaran hutan juga sering terjadi di Brazil tahun 2005, 2007, dan 2010; namun demikian, algoritma yang digunakan untuk mendeteksi kehilangan tutupan pohon dalam kurun waktu tersebut tidak berhubungan langsung dengan degradasi hutan. Saat ini ada dua versi algoritma yang digunakan untuk menyusun set data kehilangan tutupan pohon: satu mencakup tahun 2001-2010, dan yang lainnya tahun 2011-2016. Karena alasan inilah kami tidak menyarankan untuk membandingkan angka kehilangan tutupan pohon dari dua periode tersebut. University of Maryland sedang mengupayakan untuk memproses ulang seluruh data kehilangan tutupan pohon menggunakan satu algoritma, namun hingga ini terjadi, kami tidak mengetahui secara pasti seberapa besar lonjakan di tahun 2016 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang rentan mengalami kebakaran.
Tidak semua kehilangan tutupan pohon di tahun 2016 terjadi di tahun 2016
Menemukan kehilangan tutupan pohon di wilayah tropis yang lembab menggunakan data satelit optik merupakan sebuah tantangan, karena lapisan awan dapat menghalangi pandangan satelit dan menutupi perubahan yang terjadi di hutan. Gambar 2 di atas menunjukkan betapa susahnya menangkap citra satelit yang jernih. El Nino yang terjadi di akhir 2015 dan 2016 memperburuk kebakaran di kedua tahun tersebut. Bisa jadi beberapa kebakaran di akhir 2015 baru berhasil ditangkap satelit pada awal 2016 karena terhalang oleh tutupan awan di akhir 2015 (tutupan awan juga lazim ditemukan di Indonesia). Kejadian seperti ini dapat terjadi dalam rentang waktu dua tahun, sehingga kami menyarankan untuk menggunakan rata-rata data per-tiga tahun dalam mengkaji jumlah dan kecenderungan kehilangan tutupan pohon.
Kami belum memahami sepenuhnya peran kebakaran dalam kehilangan tutupan pohon
Kami mengetahui bahwa kehilangan tutupan pohon pada tahun 2016 di Brazil sebagian besar dipicu oleh kebakaran hutan, namun sulit untuk mengukur seberapa besar kehilangan yang diakibatkan oleh kebakaran dan berapa yang diakibatkan oleh penyebab lainnya, termasuk pertanian dan penebangan hutan skala kecil dan besar. Sulit untuk menentukan berapa banyak kebakaran yang terjadi secara alami dan yang disebabkan oleh manusia. Beberapa kebakaran terjadi di tempat-tempat terpencil dan kemungkinan disebabkan oleh petir, namun kebakaran di tempat-tempat terpencil dapat juga disebabkan oleh aktivitas penduduk lokal. Di sisi lain, banyak kebakaran yang terjadi di dekat pertanian, jalan, dan pemukiman dan kemungkinan besar disebabkan oleh manusia. Selain itu, El Nino, perubahan iklim, dan praktik tata guna lahan akan meningkatkan risiko kebakaran, namun mustahil untuk mengukur seberapa besar setiap faktor berkontribusi terhadap kebakaran. Sebuah set data global yang diambil menggunakan penginderaan jarak jauh dapat secara konsisten mendeteksi perubahan pada tutupan kanopi pohon, namun tidak mendeteksi faktor-faktor pendorong perubahan tersebut. Kami sedang bekerja sama dengan University of Maryland untuk memahami dengan lebih baik bagaimana kebakaran hutan berkontribusi terhadap kehilangan tutupan pohon pada tahun 2016.
Jumlah titik api mungin tidak sebanding dengan besarnya kehilangan tutupan pohon
Jumlah peringatan titik api di Brazil tidak serta merta merefleksikan lonjakan kehilangan tutupan pohon. Hal ini dapat terjadi karena sifat alami kebakaran hutan di Amazon, yang cenderung lambat menyebar dan intensitasnya rendah. Hal tersebut membuat titik api tidak terdeteksi secara konsisten oleh sensor MODIS dan VIIRs. Terlepas dari ketinggiannya yang rendah, sifat api yang lambat menyebar menyebabkan kerusakan pada pohon karena panas yang berkelanjutan, yang mengakibatkan kehilangan tutupan pohon dan berpotensi untuk mematikan pohon.
Kehilangan tutupan pohon memberikan gambaran yang berbeda dari laporan estimasi resmi
Minggu lalu, sistem resmi pemerintah Brazil, PRODES, melaporkan terjadinya penurunan tingkat deforestasi di Amazon pada Agustus 2016 – Juli 2017. Untuk memahami hubungan data PRODES dan data University of Maryland, kita harus memahami terlebih dahulu bahwa kedua sistem tersebut mengukur ruang lingkup perubahan hutan yang berbeda menggunakan metodologi yang berbeda. PRODES menangkap deforestasi yang baru dan terlihat jelas pada hutan primer di wilayah yang lebih luas dari 6,25 hektar, yang berarti bahwa ketika deforestasi terjadi, wilayah tersebut dikecualikan dari pengamatan PRODES ke depannya bahkan ketika hutan tersebut tumbuh kembali. Set data University of Maryland menangkap spektrum kehilangan tutupan pohon yang lebih luas, termasuk kehilangan tutupan pada hutan sekunder, degradasi hutan dari kebakaran, dan kehilangan tutupan pohon pada wilayah sekecil 0,1 hektar. PRODES juga menggunakan periode dua belas bulan yang berbeda (Agustus – Juli, sementara sistem University of Maryland menggunakan periode Januari – Desember).
Penurunan konversi hutan primer dalam skala besar di Amazon yang dilaporkan oleh PRODES merupakan sebuah berita positif. Dalam waktu yang bersamaan, data University of Maryland menunjukkan bahwa gangguan hutan lainnya mengalami lonjakan pada 2016 (sebuah kecenderungan yang dikonfirmasi oleh peringatan degradasi independen SAD dari Imazon). Bentuk gangguan hutan tersebut, yang mencakup degradasi karena kebakaran, juga penting untuk diukur karena dampaknya terhadap cadangan karbon, keanekaragaman hayati, cadangan air tanah, dan penghidupan masyarakat.
Explore More Articles
Looking for the Quickest Signal of Deforestation? Turn to GFW’s Integrated Alerts
GFW’s integrated deforestation alerts layer combines the analytical power of GLAD, GLAD-S2 and RADD deforestation alerts to provide a faster, more confident view of forest disturbances than any one individual system.