Para Wanita Memimpin Upaya Perlindungan Hutan-Hutan Terpenting Di Dunia

9 Okt 2024|
Languages
Featured_Women Rangers of Damaran Baru_Credit HAkA

Women Rangers of Damaran Baru. Credit: HAkA

Languages
Category
  • Users In Action
Topics
  • amazon
  • Congo Basin
  • Indonesia
  • Small grants fund

Di seluruh dunia, perempuan tidak hanya berdedikasi dalam mengelola ekosistem yang sangat penting ini, melainkan juga sebagai pelopor dalam mengupayakan kesetaraan gender dan membentuk kembali peran mereka dalam upaya pelestarian lingkungan.

Meskipun pengelolaan dan tata kelola hutan telah lama didominasi oleh laki-laki, penelitian menunjukkan bahwa perspektif perempuan sama pentingnya dalam upaya konservasi dan restorasi hutan: Perempuan sering kali memiliki pengetahuan unik tentang pohon dan hutan berdasarkan perbedaan peran mereka dalam pengelolaan hutan, dan pengetahuan ini telah diterapkan dalam kegiatan perlindungan dan pemantauan hutan.

Namun, pengetahuan tersebut serta peran perempuan dalam tata kelola hutan belum cukup diakui, dan perempuan masih menghadapi hambatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan terkait sumber daya hutan. Mengatasi tantangan terkait gender dalam pengelolaan hutan, seperti norma-norma budaya, kurangnya representasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan, serta hambatan hukum dan sosial, dapat memberdayakan perempuan sekaligus menghasilkan hasil yang lebih baik dalam pelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas hidup.

Kapasitas perempuan untuk mengelola sumber daya hutan dapat ditingkatkan dengan memastikan kesetaraan akses terhadap teknologi dan perangkat yang dapat memperluas akses data, serta memfasilitasi keterlibatan aktif perempuan dalam pengembangan kebijakan dan proses pengelolaan hutan. Seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang muncul sebagai pemimpin di bidang ini, mereka akan menginspirasi perempuan lain untuk turut memimpin dan mendapatkan manfaat dari pengelolaan dan perlindungan hutan, mendobrak norma-norma sosial yang membatasi, dan membuka jalan bagi kebijakan serta tindakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Tahun lalu, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa — yang pada tahun 2023 berfokus pada inovasi dan teknologi untuk kesetaraan gender — Global Forest Watch (GFW) mengadakan webinar untuk mengapresiasi perempuan-perempuan hebat yang telah bekerja sama dengan kami selama bertahun-tahun melalui Dana Hibah Kecil (Small Grants Fund) dan Tech Fellowship.

Blog ini menyoroti kisah-kisah lainnya dari para pemimpin perempuan yang telah menggunakan data satelit dan perangkat GFW dalam pekerjaan mereka, menekankan peran perempuan dalam melindungi hutan-hutan paling penting di dunia, serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan tersebut.

Rita Vilca Lucana dari Amazónicos por la Amazonía (AMPA)

Rita Vilca, Executive Director of Amazónicos por la Amazonía
Rita Vilca, Direktur Eksekutif Amazónicos por la Amazonía. Kredit Foto: AMPA Peru

Rita Vilca adalah seorang ahli lingkungan asal Amazon dengan gelar magister di bidang perubahan iklim, serta memiliki pengalaman selama 14 tahun. Dia memiliki keahlian dalam bidang perencanaan strategis, pembangunan wilayah berkelanjutan, perlindungan dan konservasi sumber daya alam, jasa ekosistem, dan bioekonomi. Kecintaannya pada Amazon telah mendorongnya untuk berkontribusi dalam pembentukan lebih dari 30 inisiatif konservasi sukarela dan komunitas di Peru.

Sejak 2022, Rita telah menjadi Direktur Eksekutif Amazónicos por la Amazonía (AMPA), sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pelestarian keanekaragaman hayati dan pengembangan wilayah berkelanjutan bagi masyarakat Amazon Andes.

Pendekatan AMPA dalam pemantauan hutan mempertimbangkan beragam perspektif serta pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. “Tujuan kami adalah menjamin partisipasi aktif, visibilitas nyata, dan representasi perempuan serta suara mereka dalam solusi ketahanan iklim baik di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Oleh karena itu, kami memberikan pendampingan baik untuk perempuan maupun laki-laki agar memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi penjaga hutan,” ujar Rita.

Melalui jaringan sukarela dan komunitas lokal, AMPA menyelenggarakan upaya pelestarian yang mencakup 1,5 juta hektare hutan di Peru. Namun, secara historis keterlibatan perempuan dalam upaya partisipatif ini dan pengambilan keputusan terkait sumber daya hutan, masih belum banyak dilakukan. Itulah sebabnya AMPA mendukung partisipasi perempuan dalam pemantauan hutan melalui kegiatan peningkatan kapasitas untuk mengurangi kesenjangan gender, serta mempertimbangkan pengetahuan, keterampilan, dan solusi penting yang dapat kaum perempuan sumbangkan untuk mengurangi deforestasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.

“Kami berkomitmen dalam mendukung keterlibatan perempuan dalam berbagai kegiatan di tingkat regional maupun nasional terkait pemantauan hutan dan pengurangan deforestasi di wilayah mereka, di mana mereka memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman dan tantangan dalam bekerja dengan otoritas terkait,” tutur Rita.

Berkat upaya ini, terjadi peningkatan signifikan – 107% pada 2023 dibandingkan dengan periode 2021-2022 –jumlah peserta perempuan yang terakreditasi sebagai penjaga hutan dan satwa liar dalam inisiatif pemantauan hutan partisipatif AMPA.

Selain itu, upaya AMPA dalam pemberdayaan perempuan memperlihatkan dampak positif yang signifikan dalam hal pelestarian dan peningkatan mata pencaharian. Hal ini terlihat dari munculnya pemimpin perempuan baru yang mengambil alih tanggung jawab dan menghadapi tantangan pelestarian lingkungan. Saat ini, semakin banyak perempuan yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan pengawasan dan kontrol, tugas yang sebelumnya hampir sepenuhnya dilakukan oleh laki-laki. Para pemimpin perempuan ini juga telah mengambil peran penting dalam ruang representasi dan partisipasi di komunitas mereka, seperti menjadi ketua asosiasi, anggota komite pabrik produksi mini, dan penjaga hutan dan satwa liar yang terakreditasi.

AMPA trains forest guardians in the use of technological tools for forest monitoring
AMPA melatih penjaga hutan dalam penggunaan teknologipemantauan hutan. Kredit: AMPA Peru.

AMPA juga berupaya memperluas akses perempuan terhadap ruang pelestarian lingkungan dengan mengidentifikasi kesenjangan dalam representasi, visibilitas, dan pengambilan keputusan (lihat grafik di bawah), serta menerapkan kebijakan yang berfokus pada kesetaraan gender dan keragaman untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

Misi mereka, “melestarikan kehidupan untuk dibagikan kepada semua orang,” menggabungkan prinsip-prinsip dari Sumak Kawsay, atau “kehidupan yang baik,” sebuah prinsip masyarakat adat yang menggalakkan hidup harmonis dengan alam demi mencapai kesejahteraan bagi semua, yang merupakan dasar dari Kebijakan Gender dan Keragaman mereka. Prinsip ini mencerminkan pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan leluhur, terjalinnya hubungan timbal balik dengan manusia dan alam, serta pengembangan praktik komunikasi yang setara. Dengan demikian, AMPA berupaya menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil, serta mendukung upaya peningkatan representasi perempuan dalam tata kelola hutan dan berbagai inisiatif lainnya.

Dalam praktiknya, hal ini berarti merancang dan menjalankan upaya pelestarian lingkungan yang mempertimbangkan kebutuhan dan perspektif perempuan sejak awal. AMPA mendorong ruang diskusi dan  pengambilan keputusan yang inklusif yang mendengarkan dan menghargai suara perempuan, seperti melalui “Red de Mujeres Amazonía que Late” (Jaringan Perempuan Amazon) yang mengadakan pertemuan dan pelatihan khusus untuk memperkuat kapasitas dan kepemimpinan perempuan. Hal ini memungkinkan mereka tidak hanya berpartisipasi, melainkan juga memberikan pengaruh signifikan dalam pengelolaan wilayah mereka.

Graphic created by AMPA to show gaps in women’s participation, visibility and leadership in conservation activities
Grafik yang dibuat oleh AMPA untuk menunjukkan kesenjangan dalam partisipasi, visibilitas, dan kepemimpinan perempuan dalam kegiatan konservasi (2021).
Sharing knowledge is essential for community work, especially when seeking to effectively strengthen monitoring and control systems to address the threats of deforestation
Berbagi pengetahuan sangat penting bagi pekerjaan komunitas, terutama saat berupaya memperkuat sistem pemantauan dan pengendalian secara efektif dalam mengatasi ancaman penggundulan hutan. Kredit: AMPA Peru.

Perempuan muda juga semakin berperan dalam pemantauan hutan di komunitas mereka. Guardianas y Guardianes del bosque (Perempuan dan Laki-laki Penjaga Hutan), kelompok yang menggalakkan partisipasi pemuda dan perempuan, menghadiri lokakarya teknologi yang diselenggarakan oleh AMPA, yang bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat lokal dalam menggunakan perangakat pendukung pemantauan perubahan tutupan hutan, seperti GPS, drone, data-data GFW, dan Forest Watcher..

Akses terhadap teknologi dan kemampuan teknis ini, dipadukan dengan pengembangan video yang dibuat AMPA untuk memperlihatkan upaya pemantauan hutan mereka, serta menyediakan wadah bagi perempuan di komunitas yang melindungi Amazon agar suara mereka didengar.

AMPA provides training on forest monitoring tools and technologies for Guardianas y Guardianes del bosque
AMPA memberikan pelatihan perangkat dan teknologi pemantauan hutan untuk kelompok penjaga hutan Guardianas y Guardianes del bosque. Kredit: AMPA Peru

“Dalam banyak kasus, narasi dominan tentang adaptasi perubahan iklim tidak menilai indikator gender, dan jika menilai pun, seringkali menggambarkan perempuan sebagai korban alih-alih agen yang mampu berkontribusi pada solusi,” kata Rita. “Itulah sebabnya di semua bidang tempat kami bekerja, kami mengakui kesenjangan interseksional serta memilih strategi yang secara sadar dan aktif mengurangi kesenjangan tersebut.”

Pelajari selengkapnya tentang AMPA: Kunjungi situs web mereka dan ikuti mereka di Facebook dan Instagram. Anda juga dapat mengunjungi sekolah virtual mereka yang menawarkan pelatihan mengenai pelestarian dan pengelolaan Amazon yang berkelanjutan.

Rubama dari HAkA

Rubama, Community Conservation Manager of HAkA
Rubama, Manajer Pelestarian Masyarakat HAkA. Kredit: HAkA

Di belahan dunia lain, terbentang Ekosistem Hutan Leuser di antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia. Sejak 2016, sebuah organisasi lokal bernama Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) telah aktif mendokumentasikan kondisi hutan tersebut dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, HAkA juga berperan penting dalam banyak kegiatan peningkatan kapasitas teknis terkait pelestarian lingkungan. Lebih dari 1600 orang, mulai dari pemerintah, LSM, mahasiswa, aparat penegak hukum, jurnalis, hingga kelompok masyarakat lokal, mengikuti pelatihan mengenai penggunaan GFW untuk pemantauan hutan.

Rubama adalah Manajer Pemberdayaan Masyarakat di HAkA, dan telah bekerja bersama rekan-rekannya untuk memperkuat para pembela lingkungan perempuan. “Saya bergabung dengan HAkA pada tahun 2018 untuk meningkatkan pemberdayaan kelompok perempuan di Aceh dalam upaya pelestarian lingkungan. Kegiatannya berkisar dari pelatihan paralegal hingga mendorong pembentukan kelompok pengelolaan hutan pertama yang dipimpin perempuan di Desa Damaran Baru melalui Skema Perhutanan Sosial Hutan Desa,” kata Rubama.

Penjaga hutan perempuan Damaran Baru. Kredit: HAkA

Di bawah kepemimpinan Rubama, HAkA mendanai inisiatif penjaga hutan perempuan pertama di Desa Damaran Baru, serta untuk pelatihan paralegal, HAkA mengikutsertakan 250 paralegal perempuan dari 15 kota dan kabupaten di Aceh. Rubama juga membantu mendirikan PPSDA (Perempuan Pembela Sumber Daya Alam) pada 2021, sebuah jaringan bagi perempuan pembela hutan di seluruh Aceh untuk berbagi kisah sukses, tantangan, dan saling memotivasi.

Sebelum bergabung dengan HAkA, Rubama terlibat dalam Solidaritas Perempuan, di sana ia memiliki fokus menggerakan upaya mendorong perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

“Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi kami untuk memperkuat gerakan akar rumput, khususnya bagi perempuan dan pemuda,” ujar Rubama.

Budaya patriarki sangat mengakar di Aceh, di mana perlindungan lingkungan hidup secara tradisional dianggap sebagai pekerjaan laki-laki. Namun, inisiatif yang dipimpin perempuan di Damaran Baru akhirnya diterima, dan Rubama bersama timnya menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya pelestarian di kabupaten lain, termasuk memperkuat gerakan advokasi menentang pertambangan, mengembangkan alternatif ekonomi hijau, dan memperkuat kelompok perempuan nelayan untuk melindungi lahan gambut. Mereka juga melibatkan para pemimpin agama perempuan, yang biasanya memiliki banyak pengikut di kalangan perempuan, untuk memasukkan nilai-nilai pelestarian lingkungan dalam pengajaran mereka.

Rubama facilitating a training for women on forest monitoring in the Nagan Raya District
Rubama memfasilitasi pelatihan bagi perempuan tentang pemantauan hutan di Kabupaten Nagan Raya. Kredit: HAkA

Upaya tersebut akhirnya memperkuat suara perempuan — yang sering diabaikan — sehingga lebih didengar dan dilibatkan dalam pengembangan solusi pelestarian lingkungan.

Salah satu pelajaran terbesar dari pekerjaan ini adalah bahwa upaya ini prosesnya berjalan secara perlahan dan membutuhkan kesabaran. Meningkatkan keterlibatan suara perempuan memiliki tantangan tersendiri ; Rubama mengenang sebuah kasus saat berupaya menerapkan skema perhutanan sosial yang dipimpin oleh perempuan, ada satu desa yang tidak menyambut inisiatif tersebut dengan baik, terutama oleh para tetua masyarakat. Namun, ada juga kisah sukses, seperti di Damaran Baru, yang terus mendorong semangat dan momentum inisiatif tersebut. “Kami sangat senang melihat perubahan, meskipun berjalan perlahan, namun semakin banyak suara perempuan yang didengar terkait isu-isu perlindungan dan pelestarian hutan,” kata Rubama. “Tujuan kami adalah memastikan bahwa gerakan ini terus berjalan, dan bukan hanya mengejar ‘kemenangan cepat’. Keterlibatan rutin dengan masyarakat yang lebih luas, bukan hanya kelompok perempuan, sangat penting untuk menjaga keberlanjutan gerakan ini.”

Women rangers identifying tree species during their patrol
Penjaga hutan perempuan mengidentifikasi spesies pohon selama mereka berpatroli. Kredit: HAkA

Pelajari selengkapnya tentang HAkA: Ikuti mereka di Facebook, Instagram, dan Twitter/X.

Geneviève Ndjiki Wéladji dari Action for Sustainable Development (ASD)

Geneviève Ndjiki Wéladji, President and coordinator of ASD, crossing a swamp and overcoming obstacles to find the causes of deforestation alerts from GFW in the Mengamé gorilla sanctuary
Geneviève Ndjiki Wéladji, Presiden dan koordinator ASD, melintasi rawa dan rintangan lainnya untuk mengetahui faktor pendorong data peringatan deforestasi dari GFW di suaka gorila Mengamé. Kredit: ASD

Geneviève Ndjiki Wéladji, Presiden dan koordinator asosiasi nirlaba Kamerun Action for Sustainable Development (ASD), sudah tertarik pada alam sejak remaja dan melanjutkan pendidikan tinggi di bidang kehutanan dan lingkungan. Sebagai salah satu pendiri ASD, dia bangga akan upaya mereka untuk berbagi dengan masyarakat sekitar mengenai teknik dan cara meningkatkan kondisi kehidupan mereka sembari melestarikan sumber daya alam. Isu gender dipertimbangkan dalam setiap kegiatan ASD, tetapi hal ini bukan tanpa tantangan.

“Di wilayahhutan, perempuan adalah kunci penting dalam keberlangsungan hidup rumah tangga,” kata Geneviève. “Perempuanlah yang mencari kayu bakar dan memasak, mereka juga yang berjalan kaki setidaknya empat kilometer pulang-pergi untuk mencuci pakaian di sungai, mereka juga yang mengurus pendidikan anak-anak, dan lain sebagainya.”

Salah satu tantangan terbesarnya adalah perempuan sering diabaikan dalam perancangan atau pelaksanaan proyek pelestarian di negara ini. “Perempuan sering kali termaginalkan karena prasangka atau menghadapi anggapan yang telah terbentuk sebelumnya, seperti mereka tidak mampu menempuh perjalanan jauh hingga menyeberangi rawa,” tutur Geneviève dari pengalamannya saat melakukan kunjungan lapangan di hutan. “Namun [para pria] terkejut ketika melihat para perempuan berhasil menghadapi situasi tersebut tanpa kesulitan!”

Geneviève demonstrating the Forest Watcher app to trained community monitors
Geneviève mendemonstrasikan aplikasi Forest Watcher kepada komunitas pemantau yang telah dilatih. Kredit: ASD

Perempuan di komunitas ini bergantung pada hutan dalam berbagai cara: hutan merupakan sumber makanan dan obat-obatan, dan mereka bisa menghasilkan pendapatan dari hasil hutan non-kayu, seperti biji-bijian yang digunakan untuk membuat minyak dan obat-obatan. “Jika hutan hilang, perempuan di pedesaan jelas akan menjadi lebih rentan. Oleh karena itu, mereka harus terlibat dalam pengelolaan hutan,” kata Geneviève.

Inilah sebabnya pada 2023, ketika ASD menerima Dana Hibah Kecil dari GFW, sebagai bagian dari proyek, mereka memastikan bahwa perempuan dilibatkan dalam kegiatan peningkatan kapasitas untuk menggunakan perangkat GFW dalam pemantauan hutan.

Toutcho Manialeu Elsa Vianey, ASD intern who helped collect data on the drivers of deforestation in the project area
Toutcho Manialeu Elsa Vianey, staf magang ASD yang membantu mengumpulkan data tentang faktor pendorong deforestasi di wilayah kerja mereka. Kredit: ASD

Proyek ini berfokus untuk menangani meningkatnya ancaman aktivitas manusia di sekitar suaka gorila Mengamé di Kamerun, seperti perburuan liar, pembalakan liar, dan perambahan hutan. ASD berupaya membangun kapasitas para penjaga kawasan, CSO lokal, dan kelompok masyarakat sekitar untuk menggunakan GFW dalam memantau deforestasi dan aktivitas ilegal di dalam dan sekitar suaka tersebut. Data yang dikumpulkan akan disampaikan kepada para pengambil keputusan, aktivis lingkungan, dan publik. Para perempuan yang dilatih oleh ASD memegang peran penting dalam pengumpulan data dan identifikasi ancaman terhadap kawasan hutan tersebut.

“Perlu diketahui bahwa perempuan sering menjadi korban utama konflik antara manusia dan satwa liar di wilayah hutan. Namun, berkat seorang tenaga magang perempuan muda, kami berhasil mengumpulkan data mengenai faktor pendorong deforestasi di desa-desa yang berbatasan dengan suaka tersebut,” kata Geneviève. Dalam salah satu misi penyelidikan terkait data peringatan dini deforestasi, para perempuan dalam tim tersebut berhasil menyadarkan para pemilik lahan pertanian bahwa lahan mereka secara ilegal berada dalam kawasan suaka. Sosialisasi ini dilakukan, dengan menggunakan bahasa setempat untuk menghindari potensi konflik.

Seperti halnya proyek pelestarian lainnya di Kamerun, ASD menghadapi tantangan dalam memastikan keterlibatan perempuan. Namun, peran perempuan semakin penting, dan memberikan akses yang lebih luas terhadap keterampilan, data, serta teknologi GFW, akan dapat mendorong lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam upaya perlindungan hutan. Menurut Geneviève, “di daerah pedesaan, para perempuan yang telah dilatih akan menjadi mentor bagi rekan-rekan mereka di desa, dan kami yakin bahwa kerusakan tutupan hutan akan berkurang.”

Group photo after an awareness-raising session in the Akoabas village by ecoguard agents, the curator and the ASD team
Foto bersama setelah sesi sosialisasi kawasan suaka di desa Akoabas oleh para petugas ekoguard, kurator, dan tim ASD. Kredit: ASD

Pelajari selengkapnya tentang ASD: Kunjungi situs web mereka dan ikuti mereka di Facebook, Twitter/X, dan LinkedIn.

Kami harap Anda menikmati kesempatan untuk mengenal para perempuan ini dan melihat dampak luar biasa yang mereka ciptakan dalam melindungi beberapa hutan paling penting di dunia. Untuk mempelajari selengkapnya tentang perempuan yang menggunakan GFW, tonton webinar kami yang memberikan apresiasi bagi para perempuan pembawa perubahan dalam pemantauan hutan.

Kami juga mengajak Anda untuk membagikan cerita Anda atau memberi tahu kami jika ada perempuan dalam upaya pemantauan dan pelestarian hutan yang menginspirasi Anda — hubungilah kami di gfw@wri.org.

Category
  • Users In Action
Topics
  • amazon
  • Congo Basin
  • Indonesia
  • Small grants fund

Explore More Articles

Featured_Women Rangers of Damaran Baru_Credit HAkA
Oct 9, 2024|Users In Action

Women are Leading the Way to Protect Some of the World’s Most Important Forests

This blog spotlights stories of women leaders using GFW tools and data to protecting some of the world’s most important forests.

Serge Bondo OGF
Oct 7, 2024|Users In Action

Voices of Global Forest Watch: Serge Bondo Kayembe, Observatoire de la Gouvernance Forestière

As part of our Voices of Global Forest Watch series, learn about Serge Bondo Kayembe’s work with Observatoire de la Gouvernance Forestière.

Wendy_Pineda_RFUS
Aug 19, 2024|Users In Action

Voices of Global Forest Watch: Wendy Pineda, Rainforest Foundation US

As part of our Voices of Global Forest Watch series, learn about Wendy Pineda’s work in Peru with Rainforest Foundation US

Explore More Articles
Featured_Women Rangers of Damaran Baru_Credit HAkA
Oct 9, 2024|Users In Action

Women are Leading the Way to Protect Some of the World’s Most Important Forests

Serge Bondo OGF
Oct 7, 2024|Users In Action

Voices of Global Forest Watch: Serge Bondo Kayembe, Observatoire de la Gouvernance Forestière

Wendy_Pineda_RFUS
Aug 19, 2024|Users In Action

Voices of Global Forest Watch: Wendy Pineda, Rainforest Foundation US

fetching comments...